Categories
Opini

Transformasi Perguruan Tinggi dari Perguruan Tinggi Pengajaran Menuju Perguruan Tinggi Riset

Oleh: Heru Setyawan

1. Pendahuluan

Baru-baru ini, mengacu pada hasil perangkingan QS World University dimana tidak ada satupun perguruan tinggi di Indonesia yang berhasil menembus 400 terbaik dunia, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) menggulirkan program internasionalisasi perguruan tinggi menuju universitas berkelas dunia. Ada beberapa perguruan tinggi yang ditunjuk oleh Kemenristek Dikti yang dipandang lebih siap untuk tujuan tersebut. Salah satu tolok ukur sebuah perguruan tinggi dikatakan berkelas dunia adalah dari mutu penelitiannya yang dapat diukur dari banyaknya jumlah publikasi di jurnal internasional, terutama yang terindeks SCOPUS atau jurnal ber-impact factor, jumlah sitasi yang diterima oleh paper yang dipublikasi, jumlah paten, atau parameter lainnya.

Melihat jumlah paper yang dihasilkan oleh perguruan tinggi Indonesia di jurnal internasional, jelas sekali bahwa kontribusi peneliti Indonesia relatif masih sangat kecil. Beberapa cara telah dicoba oleh Kemeristek Dikti untuk meningkatkan jumlah publikasi beberapa tahun terakhir ini. Salah satunya adalah dengan mewajibkan mahasiswa, dari jenjang S1 sampai S3, untuk mempublikasikan hasil penelitiannya sebagai persyaratan untuk bisa lulus. Untuk mahasiswa S3, hal ini sangat wajar, karena seseorang dipandang layak menyandang gelar doktor kalau berhasil menemeukan sesuatu yang baru pada bidang keilmuannya. Akan tetapi, untuk jenjang S1 dan S2, syarat ini terkesan sangat dipaksakan. Cara lain adalah dengan mendorong untuk melakukan kerjasama sebanyak mungkin dengan perguruan tinggi luar negeri. Dalam jangka pendek, cara ini sangat jitu untuk meningkatkan jumlah publikasi di jurnal internasional. Akan tetapi, ketika kerjasama telah berakhir dan pondasi riset yang kuat belum terbangun dengan baik, keberlanjutan publikasi di jurnal internasional akan kembali sulit dilakukan.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan langkah strategis, tidak hanya jangka pendek, untuk meningkatkan kemampuan meneliti dari peneliti dari perguruan tinggi Indonesia. Berikut ini akan dibahas beberapa hal penting yang perlu dipertimbangkan ketika membuat kebijakan, baik itu di perguruan tinggi, maupun nasional mengenai penelitian.

 2. Perguruan Tinggi Riset

Sebelum memulai pembahasan mengenai strategi yang perlu diambil, ada baiknya dibahas terlebih dahulu mengenai apa itu universitas riset. Definisi yang jelas dari universitas riset barangkali sulit untuk dibuat. Akan tetapi, barangkali untuk mendefinisikannya kita perlu mengacu pada fakta berikut. Beberapa temuan paling terkenal didunia dibuat melalui riset universitas. Sebagai contoh, penemuan telegraf, pengungkapan AIDS, asal mula internet dan kemajuan terkini dalam riset pencangkokan sel. Sebagian besar temuan tersebut berdasarkan pada riset dasar sebelum diaplikasikan atau dikomersialkan. Jadi, tampak jelas bahwa universitas dalam hal ini berperan sebagai penghubung antara pengetahuan dan penemuan dimana riset dasar dilakukan.

Mahasiswa merupakan bagian terpadu riset universitas. Ditilik dari hal ini, mahasiswa yang berpeluang besar untuk banyak melakukan kegiatan riset adalah mahasiswa pascasarjana. Mahasiswa pascasarjana inilah yang selanjutnya menjadi generasi ilmuwan, insinyur, dosen dan pemimpin di pemerintah dan industri berikutnya. Oleh sebab itu, ada yang mensyaratkan prosentase mahasiswa pascasarjana harus cukup besar agar bisa disebut sebagai universitas riset. Kriteria lain bisa dipilih, misalnya:

  • Universitas harus paling sedikit memiliki pusat riset yang fungsinya dibawah yuridiksi universitas, tetapi merupakan badan terpisah.
  • Ada kesempatan bagi mahasiswa sarjana berpartisipasi secara langsung dalam riset.
  • Universitas menerima dana riset dari pihak luar.

Atau kriteria lain yang bisa mencirikan universitas riset. Terlepas dari itu semua, harus disadari bahwa ketika sebuah perguruan tinggi bertransformasi dari universitas pengajaran ke universitas riset, waktu yang harus diluangkan oleh dosen untuk riset harus lebih besar. Selain itu, keterlibatan mahasiswa, baik sarjana maupun pascasarjana, dalam penelitian yang dilakukan dosen harus besar. Dengan kata lain, budaya meneliti dilingkungan perguruan tinggi telah tercipta dengan baik.

Dengan telah terbentuknya budaya riset yang baik, luaran yang menjadi indikator kinerja universitas riset seperti publikasi di jurnal internasional, paten, kerjasama dengan industri atau pihak lain akan dengan mudah dilakukan. Selain itu, mutu mahasiswa juga akan dapat ditingkatkan karena pada akhirnya mahasiswa mengalami pembelajaran secara langsung untuk menyelesaikan suatu permasalahan.

 3. Lab-Based Education

Seperti telah diuraikan diatas, jumlah kontribusi Indonesia pada ilmu pengetahuan dikancah dunia masih sangat rendah. Hal ini yang tercermin dari masih sangat sedikitnya jumlah publikasi ilmiah di jurnal internasional. Hal ini menandakan bahwa sebagian besar, atau malah semua, perguruan tinggi di Indonesia masih berorientasi pada bidang pengajaran. Untuk meningkatkn reputasi Indonesia dimata dunia pada ilmu pengetahuan dan teknologi, salah satu cara adalah dengan mentransformasi universitas dari universitas pengajaran menjadi universitas riset. Tentu saja tidak perlu semua secara bersamaan tetapi dipilih beberapa universitas besar yang memang sudah siap kearah sana.

Konsep LBE
Gambar 1. Konsep LBE di ITS.

Pemerintah melalui Kemenristek Dikti telah menggolongkan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi tiga tingkatan: PTN, PTN BLU dan PTN BH. Perguruan tinggi yang digolongkan dalam PTN BH didorong untuk segera berubah menjadi universitas riset melalui program internasionalisasi dengan mengucurkan sejumlah dana. Sayang sekali, dana yang dikucurkan untuk tujuan yang besar tersebut relatif kecil dan hanya cukup sebagai pemicu saja tanpa menyentuh akar permaalahan yang mendasar.

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) selama 8 tahun terakhir telah mencoba menata arah pendidikannya agar pendidikan dan riset berjalan seiring menuju riset berkualitas tinggi melalui program lab-based education (LBE). Program ini mendapat bantuan dari JICA melalui proyek JICA-Predict. LBE memberi ruang yang sangat luas untuk metoda pembelajaran berbasis student-learning center (SCL) yang memudahkan ITS untuk menyusun suatu sistem pendidikan dengan kurikulum yang berorientasi pada luaran pembelajaran. Ini adalah sebagai langkah awal untuk memberdayakan laboratorium untuk membangun budaya riset yang kuat.

Dengan diberlakukannya LBE, laboratorium harus memiliki roadmap riset yang jelas dengan didukung oleh sumber daya manusia yang terdiri dari kelompok dosen yang tergabung dalam laboratorium, mahasiswa pascasarjana (S2 dan S3) dan mahasiswa sarjana menjadi sebuah group riset. Group riset dalam suatu laboratorium kemudian dibagi lagi menjadi group-group kecil berdasarkan topik dimana group kecil ini terdiri dari mahasiswa pascasarjana dan mahasiswa sarjana yang sedang mengerjakan tugas akhir. Dengan cara, ini mahasiswa sarjana (S1) bisa belajar pada seniornya dan sebaliknya mahasiswa pascasrjana (S2 dan S3) mendapat keuntungan dengan risetnya karena dibantu oleh mahasiswa S1. Dengan ditunjang keaktifan dosen pembibing anggota laboratorium tesebut, riset akan dapat berjalan dengan baik dan sebagai akibatnya mutu riset semakin bagus dan publikasi di jurnal internasional, paten atau luaran lain seperti kerjasama industri dan pengabdian masyarakat dapat dilakukan.

Dengan menerapkan LBE, dalam 4 tahun terakhir indikator kinerja yang mencirikan universitas riset terus meningkat. Sebagai contoh, jumlah publikasi di jurnal internasional terindeks SCOPUS naik dari 445 pada tahun 2011 menjadi 1280 pada tahun 2015. Hal ini menunjukkan bahwa sistem LBE mampu menumbuhkan budaya riset pada kalangan dosen dan mahasiswa. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan kinerja tersebut adalah mahasiswa pascasarjana. Dalam hal ini, mahasiswa pacasarjana memainkan peran yang sangat penting. Oleh sebab itu, mutu mahasiswa pascasarjana harus ditingkatkan. Salah satu cara adalah dengan menarik sebanyak mungkin mahasiswa yang baru lulus jenjang sarjana untuk melanjutkan ke jenjang pascasarjana. Kendala utama adalah keterbatasan biaya.

Untuk itu, beberapa langkah telah dibuat dengan menyediakan berbagai program beasiswa. Untuk lulusan yang baru lulus ada program beasiswa fresh graduate. Skema lainnya adalah program beasiswa unggulan untuk calon dosen dan program pre-magister untuk universitas T3 (tertinggal, terpinggir dan terdepan). Program lainnya adalah peningkatan jumlah mahasiswa S3 melalui program doktor unggulan (PDU) yang sekarang berubah menjadi program magister doktor untuk sarjana unggul (PMDSU) dan peningkatan jumlah mahasiswa pascasarjana asing.

Meskipun sudah menunjukkan arah yang membaik, namun konsep LBE ini masih perlu untuk diperbaiki. Agara dapat berjalan dengnan baik dan berkesinambungan, ada beberapa sarana prasarana yang harus dipenuhi, antara lain:

  1. Ada ruang bagi dosen dan mahasiswa (S1, S2 dan S3) yang representatif untuk tinggal dan belajar di laboratorium, bukan hanya untuk melakukan percobaan.
  2. Ada dana operasional rutin bagi laboratorium sehingga kegiatan riset dapat berjalan dengan lancar.
  3. Ada pertemuan rutin antar anggota laboratorium (dosen dan mahasiswa) untuk mendiskusikan banyak hal mengenai riset.

Barangkali masih banyak lagi yang perlu dipikirkan dan disiapkan agar tujuan untuk menjadi universitas riset dengan reputasi internasional dapat tercapai dengan lebih cepat.

4. Penutup

Dengan perkembangan ilmu pengetahunan dan teknologi yang semakin cepat, tidak dapat dihindari bahwa perguruan tinggi di Indonesia harus segera bertransformasi dari perguruan tinggi pengajaran menjadi perguruan tinggi riset. Memang masih banyak kendala yang dihadapi mulai dari peraturan yang membelenggu dan menghambat laju percepatan riset sampai kurangnya budaya riset di kalangan perguruan tinggi itu sendiri. Akan tetapi, hal ini tidak boleh menghalangi langkah untuk maju dan kita harus terus berusaha dan berikhtiar secara konsisten untuk mewujudkannya.

(hs)

Disampaikan pada Seminar “Pengembangan Sistem Pendidikan Tinggi Indonesia”, yang diselenggarakan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia, Malang, 21 November 2015.

Advertisement

By Lab Elkimkor

We belong to the Department of Chemical Engineering, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya, Indonesia.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s